Beranda | Artikel
Surat Yang Diakhiri Dengan Asmaul Husna
Kamis, 20 Juni 2013

SURAT YANG DIAKHIRI DENGAN ASMAUL HUSNA (NAMA-NAMA-NYA YANG INDAH) MENUNJUKKAN BAHWA HUKUM YANG DISEBUTKAN DALAM AYAT MEMILIKI KETERKAITAN DENGAN NAMA ALLAH AZZA WA JALLA YANG MULIA ITU

Ini adalah kaidah yang sangat mendalam dan bermanfaat. Bila ditelusuri pada seluruh ayat yang diakhiri dengan nama-nama Allah Azza wa Jalla , niscaya akan kita dapati adanya kesesuaian yang sangat tepat; yang menunjukkan bahwa syariat, perintah dan penciptaan semua itu muncul dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya, sekaligus berkaitan erat dengannya.

Pembahasan tentang Allah Azza wa Jalla dan hukum-hukum-Nya termasuk pengetahuan dan ilmu yang paling mulia. Kita dapati ayat-ayat tentang rahmat Allah Azza wa Jalla , diakhiri dengan nama-nama-Nya yang mengandung sifat rahmat. Ayat-ayat hukuman dan adzab ditutup dengan nama-nama yang memuat sifat keperkasaan, kedigdayaan, kebijaksanaan, ilmu dan kekuasaan. Perkara ini menjadi semakin urgen karena jarang kitab kitab-kitab tafsir yang membahas kaidah ini. Berikut ini beberapa contoh untuk menjelaskan kaidah di atas:

Allah Azza wa Jalla berfirman:

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

(Dia-lah Allah) yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu [al-Baqarah/2:29]

Penyebutan keluasan ilmu-Nya setelah menyebutkan penciptaan bumi dan langit menunjukkan bahwa ilmu-Nya meliputi segala makhluk yang ada di dalamnya. Juga menunjukkan bahwa Dia Maha Bijaksana karena Allah Azza wa Jalla menjadikannya untuk para hamba-Nya dan telah memperindah bentuk penciptaannya dalam gambaran yang terbaik dan keteraturan yang sempurna. Demikian pula penciptaan langit dan bumi termasuk bukti keluasan ilmu Allah Azza wa Jalla . Allah Azza wa Jalla berfirman :

أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui? [al-Mulk/67:14]

Jadi, penciptaan Allah Azza wa Jalla terhadap seluruh makhluk adalah dalil aqli (akal) paling kuat tentang ilmu-Nya, sebab bagaimana mungkin Dia Azza wa Jalla menciptakan sesuatu kalau Dia tidak mengetahuinya?

Allah Azza wa Jalla berfirman:

فَتَلَقَّىٰ آدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Rabbnya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. [al-Baqarah/2:37]

Banyak ayat yang diakhiri dengan dua nama ini (Maha Penerima taubat dan Penyayang) setelah menyebutkan rahmat, maghfirah, taufik, serta kelembutan Allah Azza wa Jalla . Korelasinya akan nampak sekali bagi tiap orang. Dengan dua nama ini, Allah Azza wa Jalla memberi perhatian lebih terhadap hati orang-orang yang bertaubat kepada-Nya dan memberikan taufik kepada mereka untuk melakukan perkara-perkara yang menyebabkan Allah Azza wa Jalla menerima taubat dan merahmati mereka, dan kemudian mengampuni dan mengasihi mereka., Allah Azza wa Jalla pertama kali menerima taubat mereka dengan memberikan taufik kepada mereka agar bertaubat dan mengambil langkah-langkah menuju ke sana. Kemudian Allah Azza wa Jalla menerima taubat mereka kedua kalinya dengan berkenan menerima taubat mereka lagi dan memenuhi permohonan mereka. Oleh karenanya, Allah Azza wa Jalla berfirman dalam ayat yang lain:

ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا

Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya [at-Taubah/9:118]

Kalau bukan karena taufik-Nya dan mengarahkan hati-hati mereka untuk bertaubat, niscaya mereka tidak punya jalan menuju taubat manakala mereka telah dikuasai oleh hawa nafsu yang selalu memerintahkan keburukan, kecuali orang yang dirahmati Allah Azza wa Jalla dan dipelihara hawa nafsunya dan dari bisikan-bisikan setan.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui [al-Baqarah/2:115]

Ini bermakna bahwa keutamaan dan kerajaan-Nya sangat luas, yang meliputi semua alam atas dan bawah. Selanjutnya, di samping luas dalam kerajaan dan keutamaan-Nya, ilmunya juga meliputi hal itu seluruhnya. Ilmu-Nya meliputi segala perkara yang lampau dan yang akan datang; ilmu-Nya meliputi terhadap arah menuju kiblat-kiblat yang beragam dengan adanya hikmah; serta meliputi niat-niat orang-orang yang menghadap kiblat ke suatu arah jika mereka keliru dalam kiblat yang telah ditentukan. Lantas, dimana orang shalat itu menghadap? ia menghadap ke wajah Rabb-nya.

Adapun ucapan Nabi Ibrahim Alaihissallam dan Ismâ’îl Alaihissallam ketika keduanya mengangkat pondasi rumah Allah Azza wa Jalla :

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Ya Rabb kami, terimalah daripada Kami (amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [al-Baqarah/2:127]

Sungguh, Nabi Ibrâhîm Alaihissallam bertawasul kepada Allah Azza wa Jalla dengan dua nama ini (as-Samî` dan al-Alîm) agar diterima amal mulia ini, dimana Allah Azza wa Jalla mengetahui niat dan maksud keduanya; mendengar pembicaraan keduanya, serta mengabulkan doa keduanya. Maka sungguh, yang dimaksud dengan as-Samî’ (Yang Maha Mendengar dalam konteks doa -adalah doa ibadah dan doa permohonan-) bermakna Yang menjawab permohonan, sebagaimana perkataan Nabi Ibrâhîm Alaihissallam dalam ayat yang lain:

إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ الدُّعَاءِ

Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa. [Ibrâhîm/14:39]

Dan adapun firman Allah Azza wa Jalla :

رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ

Ya Rabb kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka al-kitab (al-Qur`ân) dan al-Hikmah (Sunnah) serta mensucikan mereka. [al-Baqarah/2:129]

Yang diakhiri dengan firman-Nya:

إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.[al-Baqarah/2:129]

Yakni; sebagaimana Aku telah mengutus Rasul ini, di dalamnya ada rahmat yang banyak, kekuasaan Allah Azza wa Jalla dan kesempurnaan hikmah-Nya. Karena, sesungguhnya bukan termasuk hikmah bila Dia membiarkan makhluk-Nya begitu saja; tidak mengutus rasul kepada mereka Maka Allah Azza wa Jalla merealisasikan hikmah-Nya dengan mengutus rasul supaya manusia tidak memiliki hujjah lagi di hadapan Allah Azza wa Jalla . Segala urusan –yang qadari dan syar’inya- tidak akan tegak kecuali dengan kekuasaan Allah Azza wa Jalla dan terlaksana hukum-Nya.

Sungguh cukup bagi Allah Azza wa Jalla menyebutkan asmâ’ul husna tanpa penjelasan lagi; tetapi dengan hanya menyebutkan hukum-hukum dan balasan-Nya. Agar para hamba-Nya sadar bahwa jika mereka mengetahui Allah Azza wa Jalla dari nama yang agung tersebut, niscaya akan mengetahui apa yang diakibatkan dari hukum-hukumnya tersebut, seperti firman Allah Azza wa Jalla :

فَإِنْ زَلَلْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْكُمُ الْبَيِّنَاتُ

Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran. [al-aqarah/2:209]

Tidak mengatakan : “Maka kalian mendapatkan hukuman seperti ini dan itu” , namun berfirman;

فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [al-Baqarah/2:209]

Apabila kalian mengetahui kekuasaan-Nya (yaitu keperkasaan, kehebatan, kekuatan dan pertahanan-Nya) dan mengetahui hikmah-Nya (yaitu meletakkan sesuatu pada tempatnya dan menurunkannya pada tempatnya), tentu hal itu mengharuskan kalian takut untuk tetap berada di atas dosa-dosa dan kegelinciran-kegelinciran kalian, karena di antara bentuk hikmah-Nya ialah menghukum orang yang berhak dihukum –dia terus-menerus melakukan dosa padahal mengetahuinya-. Dan sesungguhnya kalian tidak akan bisa menolak-Nya, keluar dari garis hukum dan pembalasan-Nya, karena kesempurnaan kekuasaan dan keperkasaan-Nya.

Ketika menyebutkan hukuman pencuri, Dia berfirman di akhir ayat-Nya;

نَكَالًا مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.[al-Mâidah/5:38]

Yaitu; Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dia potong tangan pencuri itu, dan Dia Yang Perkasa dan menghukumi, maka Dia menghukum orang-orang yang melampaui batas secara syariat, ketentuan takdir dan balasan.

Allah Azza wa Jalla berfirman ketika menyebutkan kisah-kisah para nabi bersama umat-umat mereka dalam surat as-Syu’arâ, Dia menutup setiap kisah dengan firman-Nya:

وَإِنَّ رَبَّكَ لَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ

Dan Sesungguhnya Rabb-mu benar-benar Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. [asy-Syu’arâ/26; 9,68,104,122,140,159,175,191]

Sungguh, setiap kisah mengandung penyelamatan nabi dan para pengikutnya. Yang demikian itu berkat rahmat dan kasih sayang Allah Azza wa Jalla . Dan pembinasaan orang-orang yang mendustakannya, hal itu merupakan bentuk kekuasaan-Nya. Sesungguhnya Dia menyelamatkan Rasul dan para pengikutnya dengan kesempurnaan kekuatan, kekuasaan dan kasih sayangnya, dan membinasakan orang-orang yang mendustakan dengan kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya. Penyebutan rahmat menjadi konsekuensi besarnya kejahatan mereka, dan seandainya kejahatan mereka tidak besar; mereka menutup diri-diri mereka pintu-pintu rahmat, dan tidak ada jalan lagi untuk mereka kepadanya, niscaya mereka ditimpa adzab.

Adapun perkataan Nabi Isâ Alaihissallam :

إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ ۖ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [al-Mâidah/5:118]

Dan Allah Azza wa Jalla tidak mengatakan; Engkaulah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Karena tempatnya adalah bukan tempat permintaan belas kasih ataupun rahmat, namun tempat marah dan membalas terhadap orang yang menjadikan tuhan bersama Allah Azza wa Jalla . Maka, menjadi pas penyebutan keperkasaan dan kebijaksanaan, sehingga menjadi lebih utama daripada penyebutan rahmat.

Di antara yang menarik dari tempat-tempat harapan: bahwa Dia menyebutkan sebab-sebab rahmat dan sebab-sebab adzab, kemudian menutupnya dengan sesuatu yang menunjukkan rahmat Allah Azza wa Jalla , seperti firman-Nya:

يَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Dia memberi ampun kepada siapa yang Dia kehendaki; Dia menyiksa siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [Ali Imrân/3:129]

Dan firman-Nya:

لِيُعَذِّبَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ وَيَتُوبَ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah menerima taubat orang-orang Mukmin laki-laki dan perempuan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [al-Ahzâb/33:73]

Hal itu menunjukkan bahwa rahmat-Nya mendahului murka-Nya. Kepada rahmat lah berujung setiap orang yang memiliki sebab-sebab rahmat yang paling rendah sekalipun. Oleh karenanya, akan keluar dari neraka orang yang di dalam hatinya masih terdapat keimanan meski seukuran biji sawi. Maka, kita cukupkan contoh-contoh ini, dan sesungguhnya dengan contoh-contoh ini sudah dapat diketahui cara pengambilan dalilnya.

(Dikutip dari kitab Al-Qawâidul Hisân, Syaikh Abdurrahmân bin Nâshir as-Sa`di, Hal 51 – 57)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XII/1430H/2009. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3648-surat-yang-diakhiri-dengan-asmaul-husna.html